Aku merindu pada temu yang berujung pilu, kemarin
menggebu-gebu, sekarang membisu. Menaki realita sudah tak lagi baru, seakan terluka
bukan hal tabu. Pernah di bawa terbang ke awan, hingga menjulang tinggi semua
angan. Ditawarkan asmaraloka impian, tetapi ternyata sumber penderitaan. Atma dalam
daksa ini sudah melebur pada cinta yang telah ditabur, namun yang kutuai adalah
bunga kubur.
Indah, kelam, dan sendu yang berbaur. Waktu sudah terbuang
begitu lama, akal pikiran sudah terdistraksi ilusi semata. Mengapa ini semua
terjadi kepadaku wahai semesta? Begitu betah aku berdiri pada tempat yang sama.
Aku ingin ruang untuk pulang, entah bertahan atau sampai menghilang. Lakon sesaat
sudah begitu panjang, pengorbanan tak berguna banyak datang.
Tak terhitung lagi semua ratap tangis, seperti terang yang
tiba-tiba gerimis, teringat tulusnya hati pada cinta yang manis, nyatanya hanya
berakhir ironis. Wahai pesona yang dahulu aku puja, mengapa kau khianati rahayu
dengan dusta? Janji setia yang hanya sandiwara, apakah aku terpelihara pada
jalan sengsara?
Sekarang, aku cermati pesan tertera di atas luka yang
menganga. Berharap tidak akan ada lagi pengulangan yang serupa.