Malam menyapa bersama segala memori yang ikut terbawa. Entah perihal
bahagia, maupun lara. Begitu juga tentangmu yang masih memenuhi isi kepala
mengusik logika, mengoyak rasa. Meskti telah aku tempuh beribu cara untuk
melupa, tetapi bayangmu menolak sirna, dan membuatku terjebak pada enigma. Karena
melangkah tanpamu, aku ibarat si buta arah; tidak tahu harus ke mana. Namun bila
harus menunggu hal semu, bukankah itu menyiksa?
Andai saja aku tidak menjatuhkan rasa, mungkin daku tak perlu
menuai sesak yang perlahan hinggap di dada. Sebab semesta tak berpihak kepada
kita, sehingga dengan setengah hati merelakan retasnya simpul kasih yang telah
dirangkai bersama.